Tuesday, May 21, 2013

Garçon Au Pair ???

Pasti banyak yang bertanya-tanya, sebenarnya cowok bisa gak sih jadi Au Pair ? Jawabannya BISA !
Tapi, emang ada ya keluarga yang mau menerima seorang pria muda untuk mengurus buah hati mereka ? Jawabannya tentu saja ADA !
Namun memang tidak dipungkiri bahwa masih jarang keluarga yang memiliki Garçon Au Pair, mungkin banyak hal yang menjadi faktor penyebabnya, seperti bahwa mereka berpikir kalau Fille Au Pair atau seorang wanita akan lebih teliti dan berhati-hati dalam menjaga seorang anak. Dan mungkin juga karena wanita memiliki jiwa keibuan yang berpengaruh ketika sedang mengasuh anak.

Saya sendiri pernah meminta pendapat kepada beberapa orang tentang Garçon Au Pair, kebanyakan dari mereka memang lebih mempercayakan seorang wanita untuk menjaga seorang anak, apalagi dalam kurun waktu yang tidak sebentar.
Jangan salah, di negara barat, tidak sedikit para pria yang bekerja paruh waktu sebagai baby-sitter, tapi memang tidak mengikuti program seperti Au Pair ini.

Di tulisan ini, saya tidak ingin mematahkan harapan para lelaki yang memiliki niat mulia untuk menjadi Au Pair.
Seorang teman dari Jerman yang juga sedang mengikuti program Au Pair di Prancis bercerita kepada saya, bahwa ada keluarga yang memiliki dua orang anak laki-laki, dan ternyata sang keluarga lebih memilih seorang pria muda untuk tinggal di rumahnya sebagai Au Pair. Alasannya agar anak-anak mereka memiliki teman bermain yang sekaligus menjadi seorang kakak laki-laki yang akan menjaga dan merawat mereka.
Jadi, ternyata untuk para lelaki tidak menutup kemungkinan untuk mengikuti program Au Pair dan bisa menjelajahi Eropa dengan penghasilan sendiri. Ingat, hanya saja harus lebih bersabar dalam mencari dan menemukan host family di negara tujuan kalian.

So, bonne chance à tous !! Selamat mencari keluarga yang bisa menerima Garçon Au Pair :)

Nanti jadinya kaya gini, nih !

Monday, May 20, 2013

Prancis MAHAL !

Pernah baca atau dengar berita tentang orang kaya di Prancis yang "kabur" ke negara lain karena takut sama pajak ? Presiden Prancis, Francois Hollande menetapkan pajak sebanyak 75% bagi orang-orang kaya berpenghasilan di atas Rp 11,7 miliar per tahun. Rasionya melonjak tinggi dari pajak sebelumnya sebanyak 41%. Coba kalian bayangkan, mereka yang berpenghasilan hampir 12 miliar per tahun dikenakan pajak sebesar 75% dari penghasilannya! Berarti mereka hanya akan mendapatkan 25% dari hasil kerja mereka. Karena itu lah tidak sedikit mliliarder Prancis yang keluar dari negara asalnya untuk menghindari pajak tinggi. Bahkan orang terkaya Prancis sekaligus pemilik label fashion dan aneka produk mewah Louis Vuitton (LV), Bernard Arnault, sempat mengajukan permohonan untuk pindah kewarganegaraan menjadi WN Belgia pada September 2012 lalu untuk menghindari pajak penghasilan 75%, namun dirinya sudah menarik permohonan untuk pindah WN dan akan tetap menjadi WN Prancis serta akan membayar pajak dengan tertib. Selain Bernard Arnault, aktor Prancis Gerard Depardieu, tahun lalu juga berencana untuk menyerahkan paspor nya dan mengubah kewarganegarannya hanya untuk menghindari pajak penghasilan yang memang sangat tinggi. 

Kalau berbicara soal siap saja yang ingin mengubah warga negaranya dari WN Prancis menjadi WN lain, mungkin tidak ada habisnya. Jadi saya akan membeberkan pengalaman saya tentang betapa mahalnya Prancis saat ini karena dampak dari kenaikan pajak. 

Hari pertama sampai Prancis, saya sudah dikagetkan dengan harga bus (car) Air France, seperti Bus Damri, yang akan mengantar saya dari bandara CDG menuju bandara Orly Paris, jaraknya tidak begitu jauh, hanya memakan waktu sekitar 40 menit, tapi saya dikenakan biaya 17€ atau sekitar Rp 213.000, dan untuk mereka yang berumur lebih dari 26 tahun akan dikenakan tarif sebesar 20€ atau sekitar Rp 250.000. Tapi jika kalian tidak membawa banyak barang, Metro dan RER akan jauh lebih murah dan mudah.

Kemudian ketika saya ingin membeli kebutuhan sehari-hari seperti sampo, sabun, sikat gigi, odol dan sebagainya, saya harus merogoh kocek diatas 10€ atau terkadang sampai 20€. Saya juga pernah diajak oleh host family saya di sini untuk pergi belanja bulanan. Kami hanya membeli beberapa cemilan, minuman daging, ikan, ayam, dan beberapa produk rumah tangga dan toilet. Mungkin kalau di Indonesia, untuk belanjaan seperti yang kami beli, tidak akan sampai Rp 1 juta, tapi di sini, saya melihat Lana harus membayar hampir 300€ atau sekitar lebih dari Rp 3 juta! 

Saya juga pernah makan di sebuah restaurant di Spanyol, saat itu Lana memesan sebuah ikan seharga 12€, dan ternyata di restaurant Prancis, harga ikan yang dia pesan bisa mencapai 30€. Saat di Spanyol, Lana bercerita bahwa pajak minuman beralkohol di Prancis 3 kali lipat lebih besar dari pada pajak di Spanyol, karena itu tidak sedikit orang Prancis yang tinggal di perbatasan Spanyol untuk membeli kebutuhan mereka di negara tetangga. Makan di restaurant Prancis juga akan menguras dompet. Sekali makan di restaurant, kalian bisa dikenakan biaya diatas 20€, belum lagi mium dan makanan penutupnya. Karena itu, ketika sedang di luar, saya lebih memilih makan sandwich atau ke McD's, setidaknya saya kenyang tanpa harus mengeluarkan puluhan euro!

Hmmm.. Apa lagi ya.. Oh ya, yang ini benar-benar membuat saya tercengang! Saya tinggal di sebuah rumah kecil, mungkin kalo untuk ukuran rumah seperti ini di Jakarta, kita hanya harus membayar listrik tidak lebih dari Rp 1 juta per bulan, tapi di sini, saya lihat Lana membayar listrik rumahnya lebih dari 400€ untuk satu bulan. Padahal, di rumah itu, kami benar-benar irit listrik. Lampu hanya akan dinyalahkan seperlunya, kami juga jarang menonton TV dan tidak pernah bermain video games seperti PS atau WII. Tapi dia harus membayar listrik sampai lebih dari Rp 5 juta per bulan! Dan biaya air pun juga tidak kalah mahalnya. Pernah suatu hari, Lana menunjukan faktur pembayaran air, dan angka yang saya lihat mencapai €500 !! Tapi sekarang ini dia hanya membayar sekitar €200-€300 per bulan. Kalau kalian pernah membaca posting-an saya yang sebelum-sebelumnya, kalian pasti tau kalau host family saya adalah pemilik restaurant. Dan saya diberi tau bahwa mereka harus membayar listrik di atas €1000 dan kadang bisa mencapai €2000 perBULAN! Belum lagi untuk biaya air yang hampir sama besarnya dan juga pajak yang lain seperti bangunan dan perusahaan !! 

Dan masih banyak lagi hal-hal mahal lainnya yang tidak perlu saya tulis, karena akan memakan waktu yang lama dan saya lagi malas! Pokoknya kalau kalian berpikir "waaah orang Prancis mah enak, UMR nya di atas €1000 blablabla...", sebenarnya €1000/bulan bisa tidak cukup untuk hidup di Prancis! Ingat pajaknya ! 
Di Indonesia pajak tidak begitu tinggi aja masih banyak yang tidak mau membayar !! Sudahlah, jangan dibandingkan dengan Indonesia tercinta :'D 

Pokoknya Prancis itu MUAHAAAAL !! MAHAAAAAAAL !! 

PS: Jadi Au Pair adalah pilihan terbaik untuk para kaula muda yang ingin melihat Prancis karena kalian tidak harus membayar tempat tinggal, makan, dan PAJAK ! ;)

Monday, April 8, 2013

Empat Musim Dalam Dua Minggu ?


Dulu tuh ya, saya ingin sekali melihat salju di Paris, lihat Menara Eiffel berdiri gagah di atas putihnya salju, pasti cantik banget, deh. Teringat pada tahun 2009 yang lalu, saya pernah pasang profile picture di Facebook dengan foto seseorang yang diambil dari belakang, dia memakai mantel musim dingin, membawa payung, dan sedang berjalan di atas salju, dan yapp, orang itu sedang berada di Paris. Ya, sedikit mengkhayal tidak masalah kan, siapa tahu suatu saat nanti bisa memasang foto saya sendiri yang sedang berdiri di atas butiran salju dan tentunya berada di Paris :)

Setelah memutuskan mengikuti program Au Pair ini, saya berharap untuk bisa melihat Paris berwarna putih. Tapi ternyata, host family saya tinggal di Prancis Selatan, dan membutuhkan waktu sekitar delapan jam untuk sampai ke Paris dengan menggunakan mobil, lima jam dengan TGV, atau satu setengah jam dengan menumpang pesawat. Ditambal lagi, ketika saya meminta izin untuk pergi ke Paris pada libur natal, Lana tidak memberikan saya izin. Well, pupus lah sudah harapan indah ini buat lihat salju di Paris, apalagi di Hossegor, salju hanya turun tidak lebih dari tiga hari, dan itu pun tidak menumpuk tebal. Sedih memang, karena berarti saya tidak bisa melihat salju tahun ini, dan tidak tahu kapan saya bisa kembali ke sini..

Pada bulan Januari lalu, Lana menawarkan saya untuk ikut ke rumah orang tuanya bersama Nina, mereka tinggal di sebuah kota kecil bernama Coulommiers, hanya satu jam dari pusat kota Paris. Saya dan Nina berangkat berdua ke Paris tanggal 2 Maret 2013, dan ya, bulan Maret memang masih musim dingin, tapi kemungkinan besar salju sudah tidak akan turun dikarenakan akhir bulan Maret akan memasuki musim semi, jadi  saya bahagia tak bahagia, deh. Karena Lana memberitahu bahwa salju kemungkinan tidak akan turun, saya tidak membawa mantel besar musim dingin. Benar saja, sesampainya di bandara Paris Orly, ketika saya keluar bandara, udara di sana sudah tidak begitu dingin, matahari pun bersinar terang, rasanya seperti sudah memasuki musim semi. Terlintas di benak saya kalau saya sudah pasti tidak akan melihat salju di Paris tahun ini. Kecewa ? Tentu saja! Sedih ? Sudah pasti, tapi —kalau kata pepatah, apa daya tangan tak sampai, mungkin lain waktu saya akan kembali ke Paris dan dapat melihat betapa indahnya Paris berwarna putih.. Tapi kapan ??? Ya, kapan-kapan lah, ya :| 

Tiga hari pertama selama saya di Paris, udara bisa dibilang cukup panas. Saya hanya mengenakan kaos tipis, blazer, dan celana jeans, tapi saya merasa kepanasan, padahal saat itu saya masih berada di musim dingin, dan anehnya saya seperti berada di antara musim semi dan musim panas. Saya bisa melihat menara Eiffel dengan jelas, turis asing dan mancanegara juga bertaburan di penjuru kota mode itu. Saya beranjak ke daerah Montrmartre untuk melihat salah satu gereja yang paling terkenal di Paris, gereja itu bernama Le Sacré-Cœur atau dalam bahasa Indonesia nya adalah "Hati yang Suci". Sacré-Cœur berada di tempat tertinggi kota Paris, dari sana kita bisa melihat pemandangan kota Paris, dan betapa beruntungnya saya karena bisa melihat kota Paris yang membentang luas di hadapan saya karena saat itu matahari sedang senantiasa menemani hari itu, benar-benar terasa seperti berada di musim panas, ajaib !

Beberapa hari setelahnya, udara di sana sudah mulai terasa dingin, angin pun bertiup kencang, seperti sedang berada di musim gugur, jadi wajib bagi saya untuk mengenakan mantel yang saya bawa dari Hossegor, mantel untuk musim gugur, tidak terlalu tipis dan juga tidak begitu tebal. Beberapa kali hujan pun turun membasahi kota, cuaca tidak terlalu bersahabat saat itu. Tapi saya (sedikit) bersyukur karena tidak ada terlalu banyak turis seperti hari-hari sebelumnya, jadi saya memutuskan mengantre untuk naik ke puncak Menara Eiffel, kalau saya menunggu bulan Juli nanti, saya bisa mengantre seharian penuh untuk membeli tiket, karena kalian tau, kan, betapa banyaknya turis yang datang ke Paris setiap tahunnya ? Di tambah lagi jika sudah memasuki musim panas, bisa gila duluan saat mengantre sebelum akhirnya dapat naik ke puncak ! Tidak sampai 15 menit untuk mendapatkan tiket menuju puncak Menara Eiffel, betapa bahagianya saya :’) Hanya saja pemandangan dari atas sana tidak sejelas ketika matahari sedang bersinar cerah, saya tidak terlalu jelas melihat Sacré-Cœur  atau gedung Montparnasse karena langit tidak secerah hari sebelumnya, memang sangat disayangkan, tapi tak apa lah, yang terpenting saya sudah menginjakkan kaki sampai di lantai dua Menara Eiffel, dan mungkin lain waktu saya akan kembali ke atas sana dan tidak sendiri seperti waktu lalu J

Di minggu ke dua, ramalan cuaca memberitahukan bahwa salju akan turun di beberapa kota di Prancis, terutama Prancis Utara, well aneh untuk saya mengetahui hal itu, karena seharusnya salju sudah tidak akan turun, ditambah lagi dalam 2 minggu ke depan sudah akan memasuki musim semi. Okay, jujur saja saya sangat bahagia mengetahui kabar yang tidak membahagiakan untuk banyak orang itu, terutama nenek dan kakek nya Nina, karena bagi mereka, ketika salju turun, sudah tidak ada semangat untuk melakukan aktivitas, apalagi di luar rumah. Kalau bencana di Indonesia adalah banjir besar, di Eropa bencana yang terjadi adalah salju tebal, yang menyebabkan kendaraan tidak bisa melaju, dari mulai motor, mobil, kereta, sampai pesawat yang tidak bisa lepas landas maupun mendarat, itu adalah sebuah Catastrophe bagi mereka. Tapi karena saya masih norak dan sangat ingin melihat salju tebal, jadilah saya seorang diri di rumah yang terlihat bahagia dan antusias menunggu turunnya salju, apalagi yang tadinya saya merasa harapan saya sudah pupus, tiba-tiba ramalan cuaca memberikan kabar bahagia itu, SALJU AKAN TURUN BESOK !!! GLOBAL WARMING lah sebabnya, dia ikut ambil alih dalam mewujudkan mimpi saya! Benar saja, loh¸esok harinya salju turun begitu lebat nya, bahkan salju turun dalam beberapa hari, membuat kota paris menjadi putih, seperti kota di dalam bola salju! Menara Eiffel, museum Louvre, Sacré-Coeur, l’Arc de Triomphe, Notre-Dame de Paris, dan beberapa tempat lainnya berdiri gagah di atas butir-butir salju, benar-benar menajubkan !! Betapa indahnya kuasa Tuhan ! Sampai-sampai saya kebal dengan dingin nya udara saat itu, padahal saya hanya memakai atasan sweater dan mantel “bukan” musim dingin! Bahagianyaaaa!!! Mimpi saya yang hampir pupus bisa terwujudkan berkat global warming !! :’)

Siapa yang sangka, sih, dalam 14 hari saya bisa merasakan empat musim, dari yang benar-benar panas sampai berdiri di tumpukan salju yang membuat jemari saya membeku. Benar-benar sedang beruntung bisa berada di Paris dan merasakan cuaca empat musim, kereeeeen! Tidak perlu menunggu tahun berikutnya atau berikutnya atau berikutnya lagi untuk melihat Menara Eiffel berdiri gagah di atas putihnya salju. Bersyukur bisa berada di sana dalam waktu 14 hari itu. Hanya untuk kali ini saya berterima kasih karena adanya global warming yang menyebabkan cuaca tak menentu, HANYA KALI INI!! Alhamdulillah J

SPRING, SUMMER, FALL, WINTER
LE PRINTEMPS, L’ETE, L’AUTOMNE , L’HIVER
Musim SEMI, Musim PANAS, Musim GUGUR, Musim DINGIN
HANYA DALAM 14 HARI, AJAIB ! HANYA di PARIS !! J


Minggu kedua
                
Minggu pertama

Sunday, March 24, 2013

Paris Berbahaya ???

Dulu, sebelum saya benar-benar menginjakkan kaki di Paris, saya bertanya-tanya apakah Paris berbahaya untuk pendatang seperti saya ini, apalagi saya seorang wanita. Pertanyaan itu muncul setelah izin untuk pergi ke Paris seorang diri ditolak oleh Lana. Awalnya, setelah tiga bulan tinggal di Hossegor, saya meminta izin untuk pergi berlibur seorang diri ke Paris karena saya memiliki waktu libur natal dan tahun baru selama dua pekan dan saya tidak mau menghabiskan waktu libur saya untuk berdiam diri di Hossegor -yang ketika musim dingin hampir tidak ada apapun. Saya meyakinkan Lana bahwa saya akan baik-baik saja di Paris karena akan bertemu beberapa "teman". Tapi dia menolak keinginan saya, dia berkata "Non, je peux pas te laisser partir tout seul à Paris, je la connais très bien. Paris est une grande ville, c'est trop dangereux pour toi, il y a beaucoup de pickpocket et tout ça. C'est pas comme Bayonne ou Biarritz où je peux te laisser partir tout seul. Je m’inquiète trop, désolée..", yang artinya kalau Lana terlalu khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan jika saya pergi sendirian, karena menurutnya, Paris terlalu berbahaya untuk saya. 
Otak saya berputar, bertanya-tanya se-berbahaya apa, sih, Paris itu. Setahu saya, Jakarta empat kali lebih besar dari pada Paris dengan tingkat kriminalitas yang mungkin lebih tinggi dari Paris. Ditambah lagi, bukankan setiap kota besar di seluruh dunia memiliki 'orang jahat'-nya masing-masing? Saya yakin, kok, kalau di setiap kota besar apalagi ibu kota seperti Paris dan Jakarta akan berbahaya atau akan sangat berbahaya untuk seseorang, terutama turis yang tidak berhati-hati, berada diluar pada malam hari, atau ketika berada di wilayah yang rawan tindak kriminal.
Setelah memasang muka melas beberapa bulan, akhirnya Lana mengizinkan saya untuk pergi ke Paris, tapi tidak sendiri, saya akan pergi bersama si kecil, Nina. Kami berdua akan tinggal selama dua pekan di rumah orang tua nya Lana yang tinggal kota bernama Coulommiers, terletak di zona 5 atau sekitar 75 menit dari pusat Paris. Selama di sana, saya bisa bebas untuk keluar rumah seorang diri, Nina akan tinggal bersama kakek-nenek nya, bisa dibilang kalau saya mendapatkan waktu libur selama dua pekan. 
Sesampainya di bandara Orly Paris, kami berdua disambut oleh kakek, nenek, dan om nya Nina. Mereka sangat baik, bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Selama di perjalanan menuju Coulommiers, saya berpikir bahwa saya bisa pergi ke Paris keesokan harinya, saya yakin mereka akan mengizinkan saya, tapi ternyata saya salah besar! Papi (sebutan kakek dalam bahasa Prancis) tidak mengizinkan saya pergi seorang diri, dia yang pernah tinggal di pusat Paris selama bertahun-tahun dan tentunya sangat mengenal bagaimana Paris, tidak membiarkan saya pergi begitu saja, dia bilang terlalu berbahaya untuk saya, sama seperti apa yang pernah Lana katakan. Saya sudah meyakinkan nya bahwa saya tidak akan sendiri, saya akan bertemu teman-teman yang saya kenal dari salah satu situs backpacker. Tapi apa daya, saya juga takut kualat kalau terlalu memaksakan diri. Dengan kecewa, saya pergi ke kamar, lalu duduk dan berpikir "seberapa bahaya nya, sih, Paris?? Gue kan di sini bukan buat diem aja di rumah!!". 
Malam harinya, Lana menghubungi Papi, dia meminta Papi untuk mengizinkan saya pergi. Dan keesokan harinya, kabar bahagia itu datang, saya diizinkan pergi ke Paris, dengan syarat, hari pertama ke sana, saya akan pergi bersama adiknya Lana yang akan pergi kerja di pusat Paris. Dia bernama Linda, dia yang akan menunjukan kepada saya bagaimana cara membeli tiket RDTP (tiket RER, metro, dan bus di zona 1-5, Paris) dan cara menggunakannya. Dengan senang hati, saya meng-iya-kan apa yang Papi bilang karena saya memiliki waktu yang cukup untuk melihat seisi Paris.

Beberapa hari pertama, saya ditemani beberapa teman yang tinggal di Paris, mereka memberi tahu beberapa tempat di Paris. Salah seorang teman bernama Laurent, mengajak saya untuk pergi ke Barbés di utara Paris, tidak jauh dari Montmartre, setelah saya memintanya untuk mengantar saya ke tempat dimana saya bisa menemukan baterai untuk telepon genggam saya. Hanya untuk sekedar informasi, bukannya saya rasis atau apapun itu, tapi saya merasa tidak aman ketika berada di daerah itu, di sana lah tempat para imigran kulit hitam berada. Saya bisa menghitung berapa orang kulit putih yang berada di sana saking banyaknya imigran di Barbés. Ketika saya berjalan, saya merasakan banyak tatapan jahat di sana, hawanya pun berbeda, ditambah lagi keadaan saat itu sangat ramai sekali karena sedang weekend
Saran saya pada kalian untuk menghindari daerah itu ketika sedang seorang diri, terutama di malam hari. Nama pemberhentian metro untuk menuju Barbés adalah Barbés-Rochechouart.
Sesampainya di rumah, saya bercerita ke Papi kalau siang tadi saya berada di Barbés, dan beliau kaget dan melarang saya untuk kembali ke daerah itu karena terlalu berbahaya. Dan ternyata tidak sedikit situs blog yang menceritakan bahwa Barbés adalah wilayah yang tidak aman untuk para turis atau siapapun yang baru pertama kali ke Paris.
Menurut saya, dii daerah Montmartre juga tidak terlalu aman untuk bepergian sendiri, banyak imigran kulit hitam yang mengincar para turis, dari mulai menjual souvenir sampai melakukan atraksi (seperti judi) untuk memperdaya para turis. Teman saya menjadi korban penipuan permainan trik seorang imigran, dia harus merelakan uangnya melayang, yaitu sebesar €50!
Ada juga orang yang mengincar turis dengan trik "tipuan cincin emas" yang seakan-akan mereka temukan di jalan. Tidak saja orang kulit hitam yang melakukan trik ini, tapi saya juga menemukan orang kulit putih melakukannya. Orang-orang ini banyak saya lihat berada di sekitar menara Eiffel, taman Tuileries, taman Luxembourg, dan di wilayah lain yang dipenuhi turis.
Lalu di Paris juga banyak komplotan orang yang mengincar turis dengan cara meminta sumbangan untuk orang cacat. Mereka akan membawa kertas, lalu bertanya apakah kita bisa berbahasa Inggris, lalu mereka menjelaskan tentang yayasan orang cacat, kemudian mereka meminta tanda tangan kita, dan akhirnya mereka akan meminta uang 'sumbangan' se-ikhlas-nya. Dan saran saya, JANGAN dihiraukan, karena mereka hanyalah komplotan penipu. Katakan pada mereka "non, merci", lalu pergi. Terkadang mereka akan sedikit memaksa, tapi jangan termakan bujuk rayu mereka, okay guys?
Saya juga melihat beberapa peminta-minta yang biasa ada di pemberhentian metro dan di pinggir jalan. Kalau yang satu ini, kadang hati saya terlalu miris melihat mereka yang sudah benar-benar tua dan seperti tak berdaya. Apalagi saat itu salju sedang turun, saya berpikir bagaimana kalau nenek dan kakek itu kedinginan dan kelaparan, jadi terkadang saya kasih seadanya. Tapi konon kata teman saya, mereka juga termasuk komplotan peminta-minta. Ya, anggap saja saya beramal :)
Oh ya, ada juga peminta-minta makanan! Saya sudah dua kali menjadi korban. Mereka biasanya akan masuk ke dalam restaurant cepat saji dan meminta makanan yang ada di meja kita. Tapi yasudah lah, mungkin mereka memang kelaparan dan satu-satunya cara adalah dengan meminta makanan orang lain.
Kalau para pengamen atau musisi jalanan di Prancis, mereka lah yang bisa mengambil uang saya, eh hati saya maksudnya :D Kualitas musik yang mereka mainkan seperti musisi di atas panggung! Dari mulai gitar, piano, biola, saksofon, harpa, sampai alat musik yang saya tidak tahu namanya pun ada! KEREN!

Dan Alhamdulillah, saya tidak mengalami kehilangan atau kecopetan ketika sedang berada di Paris, keliling Paris seorang diri pun menjadi biasa. Yang pasti, untuk para pria, jangan pernah menaruh dompet di kantong belakang celana kalian, dan untuk para wanita, tas wajib ditutup rapat dan selalu ada di depan kalian, jangan sampai lepas dari genggaman kalian. Jangan membawa uang berlebihan, lebih baik menggunakan kartu ATM atau kartu kredit. Yang paling penting, hindari wilayah-wilayah rawan seperti Barbés dan Montmartre, terutama di malam hari. Sisanya, hanya Tuhan yang tahu :)

Setelah dua pekan menjelajah Paris, saya merasa Paris jauh lebih nyaman dan aman daripada kota saya, Jakarta! Really!

So, welcome to Paris, guys! 
Bienvenue à Paris! Et faites attention ! :)


Monday, March 18, 2013

Tulang Kegeser ! AWWW !

Senin kemarin, tanggal 4 Februari 2012, pertama kalinya saya tau rasanya kalau tulang pindah tempat!
Saya rasa, saya kualat karena tidak pergi ke tempat les, tapi ada alasannya, kok. Yang pertama karena mager dan yang kedua karena perut saya mules (sumpah, deh, mules beneran!). Terus saya buat janji sama salah seorang teman, dia orang Prancis asli dan sudah pernah ke Indonesia empat kali, dan kalau dihitung, dia sudah pernah tinggal di Indonesia selama satu tahun lebih. Namanya Joan, orangnya baik dan memiliki jiwa petualang. Karena saya hanya punya waktu kurang dari tiga jam untuk jalan sama dia, jadi dia  (hanya) mengajak saya ke Biarritz (Alhamdulillah dia bawa mobil, jadi bisa menghemat waktu). Kita ketemu di Bayonne, dari sana menuju Biarritz menggunakan mobilnya dan memakan waktu sekitar kurang dari 20 menit. 

Sesampainya di Biarritz, kami berdua memutuskan untuk turun ke tepi pantai karena parkir mobil berada di ketinggian yang berbeda. Sebelum turun, ternyata Joan melihat ada satu jalan (yang tidak boleh dilewati), jalan itu menuju ke tebing karang yang kalau kita jatuh dari sana, sudah pasti nyemplung ke laut (dan mudah-mudahan selamat). Karena jiwa dia adalah jiwa petualang, dia memutuskan untuk turun menuju dasar tebing itu, karena saya penasaran dan jiwa saya juga (sedikit) jiwa petualang, jadi saya ikut turun, deh. Pas turun, ternyata jalan itu menuju (seperti) gua dan dari sana kita bisa melihat hamparan laut biru, tapi karena lagi musim dingin, jadi banyak kabut dan air laut nya tidak se-biru ketika lagi musim panas. Tiba-tiba saja Joan memanjat tebing itu, katanya agar bisa melihat pemandangan lebih jelas dan luas. Tentunya saya mau ikut memanjat, biar bisa ikut menikmati pemandangan laut di musim dingin. Sebelum memanjat, Joan -yang sudah berada di atas memastikan apakah saya bisa dan berani untuk ikut naik ke atas sana, karena seperti yang sudah saya bilang, kalau terpeleset dan jatuh, tanggungannya nyawa. Well, dengan pede-nya, saya iya-kan pertanyaan Joan dan sedikit meyakini nya. Daaaan.. benar saja kekhawatiran Joan, ketika saya memanjat, saya mencoba menggapai batu karang dengan tangan saya sebagai tumpuan, tadinya semuanya baik-baik saja, saya pun bisa mengangkat badan saya. Namun, sebelum saya sampai di puncak, saya merasakan bahu kanan saya seperti bergerak tidak pada poros nya. Saya memaksakan agar bahu saya bergerak normal agar saya bisa naik, tapi yang terjadi adalah rasa sakit yang amat dahsyat! Yappp! Tulang bahu saya ternyata bergeser, kawan! Dan ketika itu, saya belum berada di puncak. Joan dengan cepat menahan tubuh saya agar tidak terjatuh dan segera menariknya, karena kalau dia tidak melakukannya, saya sudah pasti jatuh. Sakit yang membuat saya merasakan pusing, mual, dan ingin pingsan. Saya berusaha menahan diri saya agar tidak pingsan. Rasa mual yang sangat hebat pun saya tahan. Joan menarik tubuh saya dan membiarkan saya berlutut karena dia tahu bagaimana rasanya tulang yang bergeser kemudian dipaksakan untuk kembali ke tempat semula. Kemudian dia membantu saya untuk duduk di atas batu karang. Butuh waktu lebih dari setengah jam untuk saya bisa meredakan rasa mual dan pusing. Namun rasa sakit di bahu saya tidak secepat itu hilang. Saya dan Joan memutuskan untuk pergi ke sebuah cafe agar saya bisa beristirahat dan meneguk secangkir cokelat panas. Dia terlihat sangat panik, dia juga berkata kalau saja tadi saya jatuh, dia pasti sudah ada di kantor polisi dan tidak jadi traveling yang akan dilakukan dalam tiga hari mendatang, dia akan dituduh membunuh saya dan kemudian dibuang ke laut, dan bukannya tidak mungkin kalau nama kami berdua bisa kalian lihat di detik.com dengan judul "Gadis Indonesia Ditemukan Tewas Setelah dibunuh oleh temannya di laut Biarritz, Prancis Selatan" hahaha
Kemudian ketika sedang berbincang, dia melihat bahu saya yang sudah tidak sejajar. Lalu kami pun pergi ke apotek untuk menanyakan apakah ada krim untuk bahu saya. Kenapa tidak langsung ke dokter saja ? Jawabannya mudah! Di Prancis, untuk bertemu seorang dokter tidak semudah di Indonesia -yang kapan saja bisa langsung pergi ke rumah sakit dan langsung daftar untuk bertemu dokter, dan dalam beberapa menit atau jam (tergantung jumlah pasien), kita sudah bisa bertemu dokter, kita harus membuat rendez-vous atau janji sebelum akhirnya bisa bertemu dokter. Kalau sang dokter baru bisa bertemu besok, atau tiga hari lagi, atau bahkan seminggu, ya kita harus mau menunggu. Kecuali kita dalam keadaan darurat atau sekarat, kita bisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Jadi menang tidak mudah untuk bertemu dokter di sini. Okay, kembali ke masalah bahu, akhirnya saya membeli krim untuk bahu saya ini. Sesampainya di rumah, saya penasaran dengan bahu saya -yang kata Joan tidak sejajar. Saya berdiri di depan cermin, membuka sweater dengan perlahan -saya tidak bisa sembarangan menggerakan tangan kanan saya, dan melihat perbedaan antara kedua bahu saya. Bukan hanya bahu saya yang sudah tidak sejajar, ternyata juga ada tulang yang menonjol. Saya panik seketika! Mengirim pesan ke beberapa teman yang ada di Indonesia dan untungnya mereka masih bangun akibat insomnia. Salah seorang teman, sebut saja Icuh, membantu saya mencari alasan untuk bilang ke Lana kalau tulang bahu saya tidak normal. Karena kalau saya jujur hampir nyemlpung ke laut ketika sedang memanjat tebing, saya bisa tidak lagi diizinkan untuk keluar rumah, ditambah saya tidak pergi kursus. Jadi berbohong sedikit demi kebaikan berasa tentu saja tidak masalah ;) *mohon jangan ditiru*

Akhirnya, satu dari seribu alasan saya pilih. Saya menghubungi Lana dan memberi tahu masalah pada bahu saya dengan alasan karena di Bayonne sedang hujan, jalanan yang licin membuat saya tergelincir jatuh dan tangan saya menahan beban badan yang besar ini, dan hal itu menyebabkan bahu saya terkilir. Untungnya alasan bisa diterima dengan baik :")
Namun ketika itu Lana sedang berada di Nantes, jadi dia langsung menghubungi Olivier (papa nya Nina) agar segera datang ke rumah untuk melihat bahu saya. Beberapa menit setelah itu, Olivier dan Nina datang ke rumah untuk memeriksa keadaan saya. Karena keadaan bahu ini sudah tidak sejajar serta ada jendolan dari tulang, Olivier langsung menghubungi dokter terdekat, namun sayangnya sang dokter baru bisa ditemui besok pagi. Jadi malam itu, saya harus tidur dengan posisi tidak nyaman.
Keesokan harinya, sebelum Olivier datang menjemput, saya berpikir hal yang aneh-aneh, dari mulai di-gips sampai harus di-operasi. Untungnya setelah bertemu dokter, Ia hanya melakukan beberapa gerakan terhadap bahu saya dengan perlahan, walaupun rasanya sakit, tapi setelah itu, beliau hanya memberikan beberapa macam obat dan krim untuk bahu saya, dan dia bilang kalau dalam beberapa hari masih merasakan sakit, saya diminta untuk kembali. Saya mengikuti saran sang dokter untuk melakukan beberapa gerakan agar bahu saya bisa kembali normal dan tentunya menghindari kegiatan yang terlalu berat. Dalam waktu kurang dari dua pekan, rasa sakit itu perlahan hilang. Sekarang saya sudah bisa melakukan kegiatan dengan normal.

Benar-benar menjadi pelajaran untuk saya agar tidak melakukan hal yang aneh dan berbahaya. Tetapi hal ini juga menjadi pengalaman berharga untuk saya ceritakan kepada kalian :D

Betapa pentingnya menjaga nyawa, memilih keselamatan daripada kesenangan sesaat..  
Think carefully before doing something, just watch your act !

PS: Sebenarnya saya menulis post ini sudah dari 3 hari setelah kejadian itu, namun saya tunda sesaat karena tiba-tiba mood hilang dan itu adalah penyakit seorang penulis amatir seperti saya.. Jadi maaf atas "kebasian" kisah ini :D Bonne lecture !