Sunday, March 24, 2013

Paris Berbahaya ???

Dulu, sebelum saya benar-benar menginjakkan kaki di Paris, saya bertanya-tanya apakah Paris berbahaya untuk pendatang seperti saya ini, apalagi saya seorang wanita. Pertanyaan itu muncul setelah izin untuk pergi ke Paris seorang diri ditolak oleh Lana. Awalnya, setelah tiga bulan tinggal di Hossegor, saya meminta izin untuk pergi berlibur seorang diri ke Paris karena saya memiliki waktu libur natal dan tahun baru selama dua pekan dan saya tidak mau menghabiskan waktu libur saya untuk berdiam diri di Hossegor -yang ketika musim dingin hampir tidak ada apapun. Saya meyakinkan Lana bahwa saya akan baik-baik saja di Paris karena akan bertemu beberapa "teman". Tapi dia menolak keinginan saya, dia berkata "Non, je peux pas te laisser partir tout seul à Paris, je la connais très bien. Paris est une grande ville, c'est trop dangereux pour toi, il y a beaucoup de pickpocket et tout ça. C'est pas comme Bayonne ou Biarritz où je peux te laisser partir tout seul. Je m’inquiète trop, désolée..", yang artinya kalau Lana terlalu khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan jika saya pergi sendirian, karena menurutnya, Paris terlalu berbahaya untuk saya. 
Otak saya berputar, bertanya-tanya se-berbahaya apa, sih, Paris itu. Setahu saya, Jakarta empat kali lebih besar dari pada Paris dengan tingkat kriminalitas yang mungkin lebih tinggi dari Paris. Ditambah lagi, bukankan setiap kota besar di seluruh dunia memiliki 'orang jahat'-nya masing-masing? Saya yakin, kok, kalau di setiap kota besar apalagi ibu kota seperti Paris dan Jakarta akan berbahaya atau akan sangat berbahaya untuk seseorang, terutama turis yang tidak berhati-hati, berada diluar pada malam hari, atau ketika berada di wilayah yang rawan tindak kriminal.
Setelah memasang muka melas beberapa bulan, akhirnya Lana mengizinkan saya untuk pergi ke Paris, tapi tidak sendiri, saya akan pergi bersama si kecil, Nina. Kami berdua akan tinggal selama dua pekan di rumah orang tua nya Lana yang tinggal kota bernama Coulommiers, terletak di zona 5 atau sekitar 75 menit dari pusat Paris. Selama di sana, saya bisa bebas untuk keluar rumah seorang diri, Nina akan tinggal bersama kakek-nenek nya, bisa dibilang kalau saya mendapatkan waktu libur selama dua pekan. 
Sesampainya di bandara Orly Paris, kami berdua disambut oleh kakek, nenek, dan om nya Nina. Mereka sangat baik, bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Selama di perjalanan menuju Coulommiers, saya berpikir bahwa saya bisa pergi ke Paris keesokan harinya, saya yakin mereka akan mengizinkan saya, tapi ternyata saya salah besar! Papi (sebutan kakek dalam bahasa Prancis) tidak mengizinkan saya pergi seorang diri, dia yang pernah tinggal di pusat Paris selama bertahun-tahun dan tentunya sangat mengenal bagaimana Paris, tidak membiarkan saya pergi begitu saja, dia bilang terlalu berbahaya untuk saya, sama seperti apa yang pernah Lana katakan. Saya sudah meyakinkan nya bahwa saya tidak akan sendiri, saya akan bertemu teman-teman yang saya kenal dari salah satu situs backpacker. Tapi apa daya, saya juga takut kualat kalau terlalu memaksakan diri. Dengan kecewa, saya pergi ke kamar, lalu duduk dan berpikir "seberapa bahaya nya, sih, Paris?? Gue kan di sini bukan buat diem aja di rumah!!". 
Malam harinya, Lana menghubungi Papi, dia meminta Papi untuk mengizinkan saya pergi. Dan keesokan harinya, kabar bahagia itu datang, saya diizinkan pergi ke Paris, dengan syarat, hari pertama ke sana, saya akan pergi bersama adiknya Lana yang akan pergi kerja di pusat Paris. Dia bernama Linda, dia yang akan menunjukan kepada saya bagaimana cara membeli tiket RDTP (tiket RER, metro, dan bus di zona 1-5, Paris) dan cara menggunakannya. Dengan senang hati, saya meng-iya-kan apa yang Papi bilang karena saya memiliki waktu yang cukup untuk melihat seisi Paris.

Beberapa hari pertama, saya ditemani beberapa teman yang tinggal di Paris, mereka memberi tahu beberapa tempat di Paris. Salah seorang teman bernama Laurent, mengajak saya untuk pergi ke Barbés di utara Paris, tidak jauh dari Montmartre, setelah saya memintanya untuk mengantar saya ke tempat dimana saya bisa menemukan baterai untuk telepon genggam saya. Hanya untuk sekedar informasi, bukannya saya rasis atau apapun itu, tapi saya merasa tidak aman ketika berada di daerah itu, di sana lah tempat para imigran kulit hitam berada. Saya bisa menghitung berapa orang kulit putih yang berada di sana saking banyaknya imigran di Barbés. Ketika saya berjalan, saya merasakan banyak tatapan jahat di sana, hawanya pun berbeda, ditambah lagi keadaan saat itu sangat ramai sekali karena sedang weekend
Saran saya pada kalian untuk menghindari daerah itu ketika sedang seorang diri, terutama di malam hari. Nama pemberhentian metro untuk menuju Barbés adalah Barbés-Rochechouart.
Sesampainya di rumah, saya bercerita ke Papi kalau siang tadi saya berada di Barbés, dan beliau kaget dan melarang saya untuk kembali ke daerah itu karena terlalu berbahaya. Dan ternyata tidak sedikit situs blog yang menceritakan bahwa Barbés adalah wilayah yang tidak aman untuk para turis atau siapapun yang baru pertama kali ke Paris.
Menurut saya, dii daerah Montmartre juga tidak terlalu aman untuk bepergian sendiri, banyak imigran kulit hitam yang mengincar para turis, dari mulai menjual souvenir sampai melakukan atraksi (seperti judi) untuk memperdaya para turis. Teman saya menjadi korban penipuan permainan trik seorang imigran, dia harus merelakan uangnya melayang, yaitu sebesar €50!
Ada juga orang yang mengincar turis dengan trik "tipuan cincin emas" yang seakan-akan mereka temukan di jalan. Tidak saja orang kulit hitam yang melakukan trik ini, tapi saya juga menemukan orang kulit putih melakukannya. Orang-orang ini banyak saya lihat berada di sekitar menara Eiffel, taman Tuileries, taman Luxembourg, dan di wilayah lain yang dipenuhi turis.
Lalu di Paris juga banyak komplotan orang yang mengincar turis dengan cara meminta sumbangan untuk orang cacat. Mereka akan membawa kertas, lalu bertanya apakah kita bisa berbahasa Inggris, lalu mereka menjelaskan tentang yayasan orang cacat, kemudian mereka meminta tanda tangan kita, dan akhirnya mereka akan meminta uang 'sumbangan' se-ikhlas-nya. Dan saran saya, JANGAN dihiraukan, karena mereka hanyalah komplotan penipu. Katakan pada mereka "non, merci", lalu pergi. Terkadang mereka akan sedikit memaksa, tapi jangan termakan bujuk rayu mereka, okay guys?
Saya juga melihat beberapa peminta-minta yang biasa ada di pemberhentian metro dan di pinggir jalan. Kalau yang satu ini, kadang hati saya terlalu miris melihat mereka yang sudah benar-benar tua dan seperti tak berdaya. Apalagi saat itu salju sedang turun, saya berpikir bagaimana kalau nenek dan kakek itu kedinginan dan kelaparan, jadi terkadang saya kasih seadanya. Tapi konon kata teman saya, mereka juga termasuk komplotan peminta-minta. Ya, anggap saja saya beramal :)
Oh ya, ada juga peminta-minta makanan! Saya sudah dua kali menjadi korban. Mereka biasanya akan masuk ke dalam restaurant cepat saji dan meminta makanan yang ada di meja kita. Tapi yasudah lah, mungkin mereka memang kelaparan dan satu-satunya cara adalah dengan meminta makanan orang lain.
Kalau para pengamen atau musisi jalanan di Prancis, mereka lah yang bisa mengambil uang saya, eh hati saya maksudnya :D Kualitas musik yang mereka mainkan seperti musisi di atas panggung! Dari mulai gitar, piano, biola, saksofon, harpa, sampai alat musik yang saya tidak tahu namanya pun ada! KEREN!

Dan Alhamdulillah, saya tidak mengalami kehilangan atau kecopetan ketika sedang berada di Paris, keliling Paris seorang diri pun menjadi biasa. Yang pasti, untuk para pria, jangan pernah menaruh dompet di kantong belakang celana kalian, dan untuk para wanita, tas wajib ditutup rapat dan selalu ada di depan kalian, jangan sampai lepas dari genggaman kalian. Jangan membawa uang berlebihan, lebih baik menggunakan kartu ATM atau kartu kredit. Yang paling penting, hindari wilayah-wilayah rawan seperti Barbés dan Montmartre, terutama di malam hari. Sisanya, hanya Tuhan yang tahu :)

Setelah dua pekan menjelajah Paris, saya merasa Paris jauh lebih nyaman dan aman daripada kota saya, Jakarta! Really!

So, welcome to Paris, guys! 
Bienvenue à Paris! Et faites attention ! :)


Monday, March 18, 2013

Tulang Kegeser ! AWWW !

Senin kemarin, tanggal 4 Februari 2012, pertama kalinya saya tau rasanya kalau tulang pindah tempat!
Saya rasa, saya kualat karena tidak pergi ke tempat les, tapi ada alasannya, kok. Yang pertama karena mager dan yang kedua karena perut saya mules (sumpah, deh, mules beneran!). Terus saya buat janji sama salah seorang teman, dia orang Prancis asli dan sudah pernah ke Indonesia empat kali, dan kalau dihitung, dia sudah pernah tinggal di Indonesia selama satu tahun lebih. Namanya Joan, orangnya baik dan memiliki jiwa petualang. Karena saya hanya punya waktu kurang dari tiga jam untuk jalan sama dia, jadi dia  (hanya) mengajak saya ke Biarritz (Alhamdulillah dia bawa mobil, jadi bisa menghemat waktu). Kita ketemu di Bayonne, dari sana menuju Biarritz menggunakan mobilnya dan memakan waktu sekitar kurang dari 20 menit. 

Sesampainya di Biarritz, kami berdua memutuskan untuk turun ke tepi pantai karena parkir mobil berada di ketinggian yang berbeda. Sebelum turun, ternyata Joan melihat ada satu jalan (yang tidak boleh dilewati), jalan itu menuju ke tebing karang yang kalau kita jatuh dari sana, sudah pasti nyemplung ke laut (dan mudah-mudahan selamat). Karena jiwa dia adalah jiwa petualang, dia memutuskan untuk turun menuju dasar tebing itu, karena saya penasaran dan jiwa saya juga (sedikit) jiwa petualang, jadi saya ikut turun, deh. Pas turun, ternyata jalan itu menuju (seperti) gua dan dari sana kita bisa melihat hamparan laut biru, tapi karena lagi musim dingin, jadi banyak kabut dan air laut nya tidak se-biru ketika lagi musim panas. Tiba-tiba saja Joan memanjat tebing itu, katanya agar bisa melihat pemandangan lebih jelas dan luas. Tentunya saya mau ikut memanjat, biar bisa ikut menikmati pemandangan laut di musim dingin. Sebelum memanjat, Joan -yang sudah berada di atas memastikan apakah saya bisa dan berani untuk ikut naik ke atas sana, karena seperti yang sudah saya bilang, kalau terpeleset dan jatuh, tanggungannya nyawa. Well, dengan pede-nya, saya iya-kan pertanyaan Joan dan sedikit meyakini nya. Daaaan.. benar saja kekhawatiran Joan, ketika saya memanjat, saya mencoba menggapai batu karang dengan tangan saya sebagai tumpuan, tadinya semuanya baik-baik saja, saya pun bisa mengangkat badan saya. Namun, sebelum saya sampai di puncak, saya merasakan bahu kanan saya seperti bergerak tidak pada poros nya. Saya memaksakan agar bahu saya bergerak normal agar saya bisa naik, tapi yang terjadi adalah rasa sakit yang amat dahsyat! Yappp! Tulang bahu saya ternyata bergeser, kawan! Dan ketika itu, saya belum berada di puncak. Joan dengan cepat menahan tubuh saya agar tidak terjatuh dan segera menariknya, karena kalau dia tidak melakukannya, saya sudah pasti jatuh. Sakit yang membuat saya merasakan pusing, mual, dan ingin pingsan. Saya berusaha menahan diri saya agar tidak pingsan. Rasa mual yang sangat hebat pun saya tahan. Joan menarik tubuh saya dan membiarkan saya berlutut karena dia tahu bagaimana rasanya tulang yang bergeser kemudian dipaksakan untuk kembali ke tempat semula. Kemudian dia membantu saya untuk duduk di atas batu karang. Butuh waktu lebih dari setengah jam untuk saya bisa meredakan rasa mual dan pusing. Namun rasa sakit di bahu saya tidak secepat itu hilang. Saya dan Joan memutuskan untuk pergi ke sebuah cafe agar saya bisa beristirahat dan meneguk secangkir cokelat panas. Dia terlihat sangat panik, dia juga berkata kalau saja tadi saya jatuh, dia pasti sudah ada di kantor polisi dan tidak jadi traveling yang akan dilakukan dalam tiga hari mendatang, dia akan dituduh membunuh saya dan kemudian dibuang ke laut, dan bukannya tidak mungkin kalau nama kami berdua bisa kalian lihat di detik.com dengan judul "Gadis Indonesia Ditemukan Tewas Setelah dibunuh oleh temannya di laut Biarritz, Prancis Selatan" hahaha
Kemudian ketika sedang berbincang, dia melihat bahu saya yang sudah tidak sejajar. Lalu kami pun pergi ke apotek untuk menanyakan apakah ada krim untuk bahu saya. Kenapa tidak langsung ke dokter saja ? Jawabannya mudah! Di Prancis, untuk bertemu seorang dokter tidak semudah di Indonesia -yang kapan saja bisa langsung pergi ke rumah sakit dan langsung daftar untuk bertemu dokter, dan dalam beberapa menit atau jam (tergantung jumlah pasien), kita sudah bisa bertemu dokter, kita harus membuat rendez-vous atau janji sebelum akhirnya bisa bertemu dokter. Kalau sang dokter baru bisa bertemu besok, atau tiga hari lagi, atau bahkan seminggu, ya kita harus mau menunggu. Kecuali kita dalam keadaan darurat atau sekarat, kita bisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Jadi menang tidak mudah untuk bertemu dokter di sini. Okay, kembali ke masalah bahu, akhirnya saya membeli krim untuk bahu saya ini. Sesampainya di rumah, saya penasaran dengan bahu saya -yang kata Joan tidak sejajar. Saya berdiri di depan cermin, membuka sweater dengan perlahan -saya tidak bisa sembarangan menggerakan tangan kanan saya, dan melihat perbedaan antara kedua bahu saya. Bukan hanya bahu saya yang sudah tidak sejajar, ternyata juga ada tulang yang menonjol. Saya panik seketika! Mengirim pesan ke beberapa teman yang ada di Indonesia dan untungnya mereka masih bangun akibat insomnia. Salah seorang teman, sebut saja Icuh, membantu saya mencari alasan untuk bilang ke Lana kalau tulang bahu saya tidak normal. Karena kalau saya jujur hampir nyemlpung ke laut ketika sedang memanjat tebing, saya bisa tidak lagi diizinkan untuk keluar rumah, ditambah saya tidak pergi kursus. Jadi berbohong sedikit demi kebaikan berasa tentu saja tidak masalah ;) *mohon jangan ditiru*

Akhirnya, satu dari seribu alasan saya pilih. Saya menghubungi Lana dan memberi tahu masalah pada bahu saya dengan alasan karena di Bayonne sedang hujan, jalanan yang licin membuat saya tergelincir jatuh dan tangan saya menahan beban badan yang besar ini, dan hal itu menyebabkan bahu saya terkilir. Untungnya alasan bisa diterima dengan baik :")
Namun ketika itu Lana sedang berada di Nantes, jadi dia langsung menghubungi Olivier (papa nya Nina) agar segera datang ke rumah untuk melihat bahu saya. Beberapa menit setelah itu, Olivier dan Nina datang ke rumah untuk memeriksa keadaan saya. Karena keadaan bahu ini sudah tidak sejajar serta ada jendolan dari tulang, Olivier langsung menghubungi dokter terdekat, namun sayangnya sang dokter baru bisa ditemui besok pagi. Jadi malam itu, saya harus tidur dengan posisi tidak nyaman.
Keesokan harinya, sebelum Olivier datang menjemput, saya berpikir hal yang aneh-aneh, dari mulai di-gips sampai harus di-operasi. Untungnya setelah bertemu dokter, Ia hanya melakukan beberapa gerakan terhadap bahu saya dengan perlahan, walaupun rasanya sakit, tapi setelah itu, beliau hanya memberikan beberapa macam obat dan krim untuk bahu saya, dan dia bilang kalau dalam beberapa hari masih merasakan sakit, saya diminta untuk kembali. Saya mengikuti saran sang dokter untuk melakukan beberapa gerakan agar bahu saya bisa kembali normal dan tentunya menghindari kegiatan yang terlalu berat. Dalam waktu kurang dari dua pekan, rasa sakit itu perlahan hilang. Sekarang saya sudah bisa melakukan kegiatan dengan normal.

Benar-benar menjadi pelajaran untuk saya agar tidak melakukan hal yang aneh dan berbahaya. Tetapi hal ini juga menjadi pengalaman berharga untuk saya ceritakan kepada kalian :D

Betapa pentingnya menjaga nyawa, memilih keselamatan daripada kesenangan sesaat..  
Think carefully before doing something, just watch your act !

PS: Sebenarnya saya menulis post ini sudah dari 3 hari setelah kejadian itu, namun saya tunda sesaat karena tiba-tiba mood hilang dan itu adalah penyakit seorang penulis amatir seperti saya.. Jadi maaf atas "kebasian" kisah ini :D Bonne lecture !